Informasi yang kamu cari

Senin, 20 April 2015

Syekh Yusuf Al-Makasari

Syekh Yusuf Al-Makassari
GURU TAREKAT, PEJUANG DAN PENGEMBARA ILMU SEJATI
Oleh    : Ahmad Mustomi Inal Qirom (109011000099)
1.      Biografi Singkat Syech Yusuf Tajul Khalwati
Adalah Syekh Yusuf, putera asli Makassar, lahir di Kerajaan Gowa pada tahun 1626 M. Dari asal usulnya, beliau merupakan keturunan bangsawan di kalangan suku bangsa Makassar dan mempunyai pertalian kerabat dengan raja-raja Banten, Gowa dan Bone.[1]
Dalam sumber lain disebutkan bahwa Syeikh Yusuf lahir tahun 1626 di Goa, Sulawesi Selatan. Ayahnya, Abdullah, bukan bangsawan, tetapi ibunya, Aminah, keluarga Sultan Ala al-Din. Dia dididik menurut tradisi Islam, diajari bahasa Arab, fikih, tauhid. Pada usia 15 tahun dia belajar di Cikoang pada seorang sufi, ahli tasawuf, mistik, guru agama, dan dai yang berkelana. Saya tahu dari sejarawan Belanda, Van Leur, betapa agama Islam dibawa ke Indonesia pada mulanya oleh pedagang-pedagang Islam yang sekaligus adalah sufi. Kembali dari Cikoang Syeikh Yusuf menikah dengan seorang putri Sultan Goa, lalu pada usia 18 tahun dia naik haji ke Mekkah sekalian memperdalam studi tentang Islam.[2]
Menurut Dagboek der Vorsten van Gowa en Tallo dikeluarkan oleh Ligvoet, Syekh Yusuf Makasar dilahirkan di Gowa, Sulawesi Selatan, 3 Juli 1626 – meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei 1699 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia yang lahir dari pasangan Abdullah dengan Aminah dengan nama Muhammad Yusuf. Nama ini diberikan oleh Sultan Alauddin, raja Gowa, yang juga adalah kerabat ibu Syekh Yusuf. Nama lengkapnya setelah dewasa adalah Tuanta' Salama' ri Gowa Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Taj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni.[3]
Pendidikan agama diperolehnya sejak berusia 15 tahun di Cikoang dari Daeng Ri Tassamang, guru kerajaan Gowa. Syekh Yusuf juga berguru pada Sayyid Ba-lawi bin Abdul Al-Allamah Attahir dan Sayyid Jalaludin Al-Aidid.
Kembali dari Cikoang Syekh Yusuf menikah dengan putri Sultan Gowa, lalu pada usia 18 tahun, Syekh Yusuf pergi ke Banten dan Aceh. Di Banten ia bersahabat dengan Pangeran Surya (Sultan Ageng Tirtayasa), yang kelak menjadikannya mufti Kesultanan Banten. Di Aceh, Syekh Yusuf berguru pada Syekh Nuruddin Ar-Raniri dan mendalami tarekat Qodiriyah.
Syekh Yusuf juga sempat mencari ilmu ke Yaman, berguru pada Syekh Abdullah Muhammad bin Abd Al-Baqi, dan ke Damaskus untuk berguru pada Syekh Abu Al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub Al-Khalwati Al-Quraisyi.[4]
Selain ulama, syekh Yusuf juga merupakan pejuang yang militant, hingga ia ditangkap pemerintah Hindia Belanda dan diasingkan ke beberapa daerah. Sampai 1694 ia dibuang ke Selon. Kemudian ia dipindahkan ke Tanjung Harapan dengan kapal De Voetboog dengan 49 pengikutnya. Sampai akhirnya beliau meninggal tahun 1699 di Tanjung Harapan/Capetown, Afrika Selatan.[5]
Seperti telah diceritakan di atas, bahwa Syekh sangat rajin menuntut ilmu dari mulai Yaman, Mekkah hingga Madinah pernah ia datangi, bahkan menetap hingga waktu yang lama di tempat-tempat tersebut. Dalam perjalanannya ke Yaman, dia berhenti beberapa waktu di Aceh, salah satu pusat ilmu agama kala itu. Di sana dia memperdalam ilmu tasawuf dan memperoleh ijazah dari seorang syaikh tarekat Qadiriyah pada masa al-Raniri. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya ke Haramain dan bermukim beberapa beberapa tahun mendalami ilmu-ilmu tasawuf dan tarekat sampai mendapat ijazah sufi dari seorang tarekat Syattariyah. Kemudian dia hijrah ke Damaskus dan berhunbungan dengan Syaikh-Syaikh tarekat dan mempelajari tarekat Khalwatiyah. Barangkali kepakarannya dalam tarekat tersebut membuatnya dijuluki Syaikh Taj Al-Khalwaty Al-Makassari.
Syaikh Yusuf kembali ke Indonesia tahun 1672 M. tetapi situasi politik di negerinya, Makasar, menuyebabkan dia mengurungkan niat dan memilih menetap di Banten, hingga menikah dengan puteri sultan Banten dan menjadi seorang Syaikh yang bersuara lantang dan berpengaruh. Dengan ketinggian ilmunya dia bisa menghimpun ribuan murid di sekitarnya. Ketika terjadi perselisihan antara kesultanan dan Belanda, dia menjadi pemimpin perang bersama murid-muridnya dan angkatan perang sultan. Akan tetapi, Syaikh pun menjadi tawanan dan diasingkan ke Srilanka pada tahun 1099 H dalam usia 57 tahun. Syaikh menetap di Ceylon (Srilanka) beberapa tahun dan menghabiskan waktu dengan belajar dan mengarang. Disana dia mengenal ulama seperti Syaikh Ibrahim Minhan yang meminta Syaikh menyususn kitab tasawuf yang menjelaskan hubungan antara murid dan syaikh.
Ketika terjadi bentrokan di jawa, Belanda menuduh Syaikh sebagai penyebabnya dan kemudian dia diasingkan lagi untuk kedua kalinya ke Afrika Selatan hingga wafat di pengasingan.[6]
Menurut sejarah Gowa, al-Makassari dilahirkan 1037/1627 di Tallo wilayah kerajaan Gowa dan meninggal di Tanjung Harapan Afrika Selatan pada 22 Zulkaidah 1111 H/22 Mei 1699 M, dikuburkan di Faure di perbukitan pasir False Bay tidak jauh dari tanah pertanian Zandvliet. Pusaranya dikenal sebagai Karamat tempat beribu-ribu peziarah yang menghormati tokoh yang mulia ini. pada tahun 1699 keturunan dan pengikutnya kembali ke Nusantara. Pada 1705 kerangka jenazah al-Makasari tiba di Gowa, lalu dimakamkan di Lakiung. Pusara al-Makassari kedua inipun menjadi tempat ziarah di Sulawesi Selatan.[7]

2.      Pemikiran Syaikh Yusuf Al-Makassary : Perpaduan Bermacam Tarekat
Sebagai seorang penganut tarekat Syekh Yusuf Makasar adalah sufi yang luar biasa, karena begitu banyak tarekat yang telah beliau pelajari, diantaranya ialah Khalwatiyah, Nakshabandiyah, Shatariyah, Dasukiyah, Shadiliyah, Jistiyah, Rifaiyah, Aidurisyah, Ahmadiyah, Suhrawardiyah, Kabrutiyah, Maduriyah, Mahdumiyah, Madyaniyah, Kawabiyah, dan syekh-syekh kepercayaan bangsa Arab.[8]
Diantara pemikiran Syaikh terdapat dalam risalah kecil, antara lain al-Barakah al-Sailaniyyah, Bidayah Al-Mubtadi’, Qurrah Al-‘Ain, Sirr al-Asraar, Daf al-Bala’, Ghayah al-Ikhtisar wa Nihayah al-Intizhar, dll.
Berikut beberapa petikan paragraf ungkapannya:
“ Apabila seseorang mengatakan kepada kamu, ‘Bagaimana kamu memungkiri wujud alam, sedangkan kamu melihat dengan mata kepalamu sendiri adanya itu, tanpa sedikitpun keraguan?” jawaban orang-orang ‘arif adalah, “wujud hakiki ialah wujud yang berdiri sendiri, sedangkan wujud yang kita jalani bukan wujud hakiki, melainkan wujud bayangan saja.” Kemudian syaikh melanjutkan uraian tentang konsep al-a’yan al-tsabitah, yang seluruhnyab mengacu pada Ibn ‘Arabi.[9]
Al-Makassari adalah seorang ulama yang luar biasa, terutama adalah seorang sufi, juga seorang mujadid dalam sejarah Islam Nusantara. Tasawufnya tidak menjauhkan dari masalah-masalah keduniawian, ajaran dan amalan-amalannya menunjukan aktivitas yang berjangkauan luas. Ia banyak memainkan peran dalam bidang politik di Banten, bahkan memimpin perlawanan terhadap Belanda setelah sultan Ageng Tirtayasa tertangkap.
Konsep Utama Tasawuf Al-makassari adalah pemurnian kepercayaan (aqidah) pada keesaan Tuhan. Ini merupakan usahanya dalam menjelaskan transendensi Tuhan atas ciphtaan-Nya. Meskipun berpegang teguh pada Transendensi Tuhan, al-Makassari percaya Tuhan itu mencakup segalanya (al-ahathah) dan ada dimana-mana (al-maiyyah) atas ciptaannya. Dengan konsep al-ahathah dan al-ma’iyyah, Tuhan turun (Tanazzul), sementara manusia naik (Taraqqi), suatu proses spiritual yang membuat keduannya semakin dekat. Tuhan tidak dapat diperbandingkan dengan apapun (laisa kamitslihi syai’un).
Ciri yang menonjol dari teologi al-Makassari mengenai keesaan Tuhan adalah usahannya untuk mendamaikan sifat-sifat Tuhan yang tampaknya saling bertentangan. Selain itu, dalam teologinya al-Makassari sangat patuh kepada doktrin Asy’ariyah.
Al-Makasari membagi kaum beriman ke dalam empat kategori. Pertama, orang yang mengucapkan syahadat (pernyataan iman) tanpa benar-benar beriman, dinamakan orang munafik (al-munafiq). Kedua, orang yang mengucapkan syahadat dan menanamkannya dalam jiwa mereka, disebut orang awam (al-Mu’min al-‘awwam). Ketiga, orang yang beriman dan benar-benar memahami implikasi lahir dan batin dari pernyataan keislaman mereka. Disebut kelompok elite (ahl al-khawashsh). Keempat adalah kategori tertinggi orang beriman yang keluar dari golongan ketiga, dengan jalan bertasawuf dengan tujuan menjadi lebih dekat dengan Tuhan, mereka ini yang dinamakan “yang terpilih  dari golongan elite” (khashsh al-khawashsh). Dari keterangan al-Makassaari menunjukan bahwa tasawuf hanya untuk golongan elite dan golongan orang-orang yang terpilih.
Dari tulisan-tulisannya kita mengenal al-Makassari sebagai seorang guru tarekat, tetapi tidak ada bukti ia menyebarluaskan ajarannya di kalangan masyarakat Banten.[10]
Syekh Yusuf menulis lebih dari 20 tulisan terutama tentang tasawuf. Salah satunya yang dari Srilangka alias Ceylon itu. Ditulis memenuhi keinginan para jamaah dan sahabat, risalah ini memuat antara lain keharusan mempersatukan syariat dan hakikat. Misalnya mengutip pendapat guru-guru tasawuf yang menyatakan, ''Siapa yang berilmu tetapi tidak bertasawuf, ia fasik. Siapa yang bertasawuf namun tidak berfikih, ia zindik.''[11]
Syekh yusuf al-makassary merupakan orang pertama yang memperkenalkan tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Hal ini disebutkan di dalam bukunnya Safinah Al-Najah. Ia menerima ijazah dari Syaikh Muhammad ’Abd Al-baqi di Yaman, kemudian mempelajari tarekat ketika berada di Madinah di bawah bimbingan Syaikh Ibrahim al-Kurani. Beliau bermukim di Negara Arab, belajar dan mengarang sekitar seperempat abad. Jadi tidak aneh apabila sebagian besar karangannya berbahasa Arab dengan gaya bahasa sebagaimana lazimnya karangan orang-orang Arab.
Di Afrika Selatan, Syeikh Yusuf al-Makassari tetap berdakwah, dan memiliki banyak pengikut. Ketika ia wafat pada tanggal 23 Mei 1699 M. para pengikut Syeikh Yusuf al-Makassari menjadikan hari wafatnya sebagai hari peringatan. Bahkan, Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan, menyebut Syeikh Yusuf al-Makassari yang juga salah seorang pahlawan nasional Indonesia ini sebagai 'Salah Seorang Putra Afrika Terbaik.
Dari ungkapan-ungkapan Syaikh Yusuf terkesan bahwa dia memang banyak berafiliasi kepada berbagai tarekat, tetapi mengkhususkan satu risalah tentang tarekat Naqsyabandiyah merupakan indikasi kecendrungannya kepada tarekat tersebut lebih besar ketimbang yang lain. Akan tetapi, dia cukup kreatif dalam melaksanakan ajaran-ajaran tarekat lain ke dalam tarekat yang diajarkan kepada muridnya.
Seperti kita perhatikan juga bahwa dia cenderung pada mazhab wahdah-nya Ibn ‘Arabi dan berusaha mengukuhkan mazhab ini dengan mengutip pertanyaan pemuka-pemuka sufi. Dalam hal ini, syaikh Yusuf tidak banyak berbeda dengan Syaikh Hamzah Fansuri. Seperti juga kita amati, bukanlah hal yang aneh menggabungkan dua tarekat dalam satu tarekat.[12]




[1] http://www.voa-islam.com/muslimah/mujahid/2011/11/03/16566/seri-pahlawan-syekh-yusuf-al-makassari-terbuang-hingga-afrika/ diakses 09-09-2012
[2] http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/sosok/1078-riwayat-hidup-syekh-yusuf-al-makassari-ulama-besar-dari-goa-.html, diakses 09 September 2012
[3] Tudjimah, Syekh Yusuf Makasar; Riwayat dan Ajarannya, (Jakarta: UI Press, 2005), Cet. 1, h. 4
[4] Wikipedia bahasa Indonesia, Syaikh Tajul Khalwaty; seri pahlawan Nasional, diakses 9 September 2012
[5] Tudjimah, Syekh Yusuf Makasar; Riwayat dan Ajarannya, (Jakarta: UI Press, 2005), Cet. 1, h. 9
[6] Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia terj. Muhammad Nursamad, (Bandung: Mizan, 2009), cet. I, h. 194
[7] Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara, (Jakarta : Prenata Media Group, 2006), cet. I, h. 128
[8] Tudjimah,___________________________, h. 16
[9] Alwi Shihab,___________________h. 201
[10] Sri Mulyati,dkk. Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia .( Jakarta: Prenada Media, 2005). Cet I, h. 123-126
[11] http://id.berita.yahoo.com/hujjatul-islam-syekh-yusuf-al-makassari-ulama-dan-082115331.html, diakses 9 September 2012
[12] Alwi Shihab­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­__________________, h. 205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar